Orang boleh bicara output untuk melihat keberhasilan suatu proses. Tetapi output bukan merupakan ukuran mutlak. Bahkan menurut hemat saya kuncinya bukan pada output, tetapi pada proses. Kalau berbicara proses pengendalian dalam manajemen, pendekatan modern mengatakan pengendalian bukan dilakukan pada hasil. Kalaupun kita mengukur hasil, ukuran tersebut hanya digunakan sebagai indikator baik buruknya proses yang terjadi. Yang lebih penting lagi, proses pengendalian seharusnya dilakukan untuk memberikan umpan balik kepada sistem agar dapat melakukan koreksi jika terjadi penyimpangan pada proses. Dengan demikian, tidak tepat jika langkah pengendalian hanya dilakukan pada akhir proses dimana tidak dimungkinkan lagi untuk memperbaiki sistem. Dalam kasus UN hal ini akan menjadi lebih kritis karena hasil yang diukur akan menyebabkan beban proses pendidikan menjadi bertambah.
Berangkat dari pola pikir yang memperhatikan proses maka kebijakan UN memang harus didahului kejelasan terhadap proses pendidikan yang akan diuji lewat UN. Pada saat mengembangkan suatu sistem, setelah tujuan ditetapkan kita perlu menentukan proses apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak pada tempatnya jika dalam sebuah organisasi atau perusahaan, ada tujuan tanpa dibekali proses untuk mencapainya. Pada prakteknya memang hal ini yang lebih banyak terjadi. Bawahan atau pelaksana diberikan beban yang cukup berat (apalagi tanpa otoritas) untuk memikirkan sendiri bagaimana cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Boleh jadi karena atasannya sendiri tidak mengetahui cara mencapainya, mungkin karena tidak mau tahu, atau mental yang selalu ingin terima jadi. Hal semacam ini sangat berbahaya. Selain karena akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan dengan efektif, juga akan menumbuhsuburkan mental menghalalkan segala cara. Padahal mental-mental seperti ini yang harus dikikis oleh proses pendidikan.
Secara ideal, target nilai UN harus disertai dengan pengembangan proses bisnis yang dipersyaratkan. Sejauh pengetahuan saya, proses bisnis pendidikan ini yang belum kita miliki, baik di level SD, SMP bahkan sampai perguruan tinggi. Mungkin itulah sebabnya mengapa pendidikan di negeri ini memang tidak pernah dapat disejajarkan dengan pendidikan di negara lain. Bukan rahasia lagi bahwa rumusan tujuan pendidikan di negara kita sangat baik. Tetapi lihatlah hasilnya, banyak kecurangan dilakukan (bahkan oleh guru!!!), mental siswa yang lebih suka berkelahi daripada berkreasi, dan banyak lagi hal-hal menyimpang lainnya.
Sebagai kesimpulan akhir catatan ini, pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengembangkan standar proses bisnis pendidikan. Teknis pelaksanaan dapat diatur kemudian. Saya yakin pemerintah tidak akan berdiri sendiri, banyak pihak yang akan membantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar